Senin, 11 Mei 2015

Tugas TOU 2 Minggu 4



Prof. DR(HC). Ing. Sc. Mult. Bacharuddin Jusuf Habibie
(B.J Habibie)

Salah satu tokoh panutan dunia yang menjadi kebanggan orang Indonesia adalah Bacharuddin Jusuf Habibie atau yang lebih populer dipanggil BJ. Habibie. Beliau dilahirkan di pulau Sulawesi tepatnya di pare-pare Sulawesi Selatan pada tanggal 25 Juni 1936. Beliau adalah putra ke empat dari delapan bersaudara, dari pasangan bapak Alwi Abdul Jalil Habibie dan ibu RA. Tuti Marini Puspowardojo. Masa kecil Habibie dihabiskan bersama saudara-saudaranya di Sulawesi Selatan, sifat tegas dan selalu berpegang pada prinsip telah ditunjukan oleh Habibie kecil semenjak tinggal di Sulawesi, selain itu kecerdasan dan kegemaran membaca juga telah dimiliki Habibie dari masih menduduki sekolah dasar. Namun kesedihan harus menimpa Habibie karena kehilangan ayah tercintanya pada tanggal 2 September 1950 karena serangan jantung saat melaksanakan ibadah sholat isa.
Tak lama setelah ayahnya meninggal, ibunya menjual rumah dan pindah ke Bandung bersama Habibie. Sepeninggal ayahnya, ibunya Habibie membesarkan Habibie sebagai single parent dan harus membanting tulang untuk membiayai kehidupan bersama anak-anaknya terutama Habibie. Karena kemauan untuk belajar Habibie kemudian beliau menuntut ilmu di Gouvermants Middlebare School. Selama sekolah beliau tampak menonjol prestasinya terutama dalam pelajaran-pelajaran eksak sehingga Habibie menjadi siswa favorit disekolahnya.

Masuk ITB dan Kuliah di Jerman
       Karena kecerdasannya, setelah lulus SMA di Bandung pada tahun 1954 beliau melanjutkan kuliah di Institut Teknologi Bandung namun tidak sampai selesai karena beliau mendapatkan beasiswa dari kementrian pendidikan dan kebudayaan untuk melanjutkan kuliah di Jerman. Di Jerman beliau kuliah jurusan teknik penerbangan dengan spesialisasi konstruksi pesawat terbang di Rhein Westfalen Aachen Technische Hochschule (RWTH). Selama di Jerman beliau bertekad harus sukses terbukti selama musim liburan bagi beliau bukan lah dimanfaatkan untuk pulang ke Indonesia dan berlibur layaknya mahasiswa rantauan lainnya, justru selama liburan adalah waktu emas yang harus diisi dengan ujian dan mencari uang untuk membeli buku. Namun liburan musim panas barulah dimanfaatkan untuk bekerja, mencari pengalaman dan uang tampa mengikuti ujian.
            Pada tahun 1960 beliau mendapatkan gelar diploma Ing dari Technische Hochshule dengan predikat Cumlaude dan nilai rata-rata 9,5. Dengan gelar insinyur beliau mendaftarkan diri untuk bekerja di firma Talbot salau satu industry kereta api di Jerman. Setelah itu Habibie melanjutkan studinya untuk gelar Doktor Technische Hochschule Die Facultaet Fuer Maschinenwesen Aachean.

Menikah dan Hidup Sederhana di Jerman
       Pada tahun 1962 Habibie menikah dengan Adek kelasnya semasa SMA di Bandung yaitu ibuk Hasri Ainun Habibie yang kemudian diboyong ke Jerman, kehidupan tentunya semakin keras dulu hidup dari beasiswa yang hidup sendiri di Jerman tentu sangat mencukupi kehidupan Habibie di Jerman namun sekarang saat sudah berkeluarga tentunya tidak mencukupi lagi keuangn yang seperti itu, hidup sederhana dan sangat jauh dari kemewahan adalah fase awal dari kehidupan Habibie pasca menikah, tak jarang di pagi-pagi sekali Habibie harus berjalan kaki cepat ke tempat kerjanya yang jauh untuk menghemat kebutuhan hidupnya dan kemudian pulang malam hari dan belajar untuk kuliahnya.
            Istrinya nyonya Hasri Ainun Habibie harus mengantri di tempat pencucian umum untuk mencuci baju guna menghemat kebutuhan hidupn keluarganya, dan akhirnya pada tahun 1965 Habibie lulus dan mendapatkan gelar Dr. Ingenieur dengan penilaian summa cumlaude (Sangat sempurna) dengan nilai rata-rata 10 dari Technische Hochschule Die Facultaet Fuer Maschinenwesen Aachean.

Karir Industri
       Selama menjadi mahasiswa tingkat doktoral, B.J Habibie sudah mulai bekerja untuk menghidupi keluarganya dan biaya studinya. Setelah lulus, B.J Habibie bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm  atau MBB Hamburg (1965-1969 sebagai Kepala Penelitian dan Pengembangan pada Analisis Struktrur Pesawat Terbang, dan kemudian menjabat Kepala Divisi Metode dan Teknologi pada industri pesawat terbang komersial dan militer di MBB (1969-1973). Atas kinerja dan kebriliannya, 4 tahun kemudian, ia dipercaya sebagai Vice President sekaligus Direktur Teknologi di MBB periode 1973-1978 serta menjadi Penasihast Senior bidang teknologi untuk Dewan Direktur MBB (1978 ). Dialah menjadi satu-satunya orang Asia yang berhasil menduduki jabatan nomor dua di perusahaan pesawat terbang Jerman ini.
Sebelum memasuki usia 40 tahun, karir Habibie sudah sangat cemerlang, terutama dalam desain dan konstruksi pesawat terbang. Habibie menjadi “permata” di negeri Jerman dan iapun mendapat “kedudukan terhormat”, baik secara materi maupun intelektualitas oleh orang Jerman. Selama bekerja di MBB Jerman, Habibie menyumbang berbagai hasil penelitian dan sejumlah teori untuk ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang Thermodinamika, Konstruksi dan Aerodinamika. Beberapa rumusan teorinya dikenal dalam dunia pesawat terbang seperti Habibie Factor“, “Habibie TheoremdanHabibie Method“.

Kembali ke Indonesia
       Pada tahun 1968, B.J Habibie telah mengundang sejumlah insinyur  untuk bekerja di industri pesawat terbang Jerman. Sekitar 40 insinyur Indonesia akhirnya dapat bekerja di MBB atas rekomendasi Pak Habibie. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan skill dan pengalaman (SDM) insinyur Indonesia untuk suatu saat bisa kembali ke Indonesia dan membuat produk industri dirgantara (dan kemudian maritim dan darat). Dan ketika (Alm) Presiden Soeharto mengirim Ibnu Sutowo ke Jerman untuk menemui seraya membujuk Habibie pulang ke Indonesia, B.J Habibie langsung bersedia dan melepaskan jabatan, posisi dan prestise tinggi di Jerman. Hal ini dilakukan B.J Habibie demi memberi sumbangsih ilmu dan teknologi pada bangsa ini. Pada 1974 di usia 38 tahun, B.J Habibie pulang ke tanah air.  Iapun diangkat menjadi penasihat pemerintah (langsung dibawah Presiden) di bidang teknologi pesawat terbang dan teknologi tinggi hingga tahun 1978. Meskipun demikian dari tahun 1974-1978, Habibie masih sering pulang pergi ke Jerman karena masih menjabat sebagai Vice Presiden dan Direktur Teknologi di MBB.
Habibie mulai benar-benar fokus setelah ia melepaskan jabatan tingginya di Perusahaan Pesawat Jerman MBB pada  1978. Dan sejak itu, dari tahun 1978 hingga 1997, ia diangkat menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) sekaligus merangkap sebagai Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Disamping itu Habibie juga diangkat sebagai Ketua Dewan Riset Nasional dan berbagai jabatan lainnya.
Ketika menjadi Menristek, Habibie mengimplementasikan visinya yakni membawa Indonesia menjadi negara industri berteknologi tinggi. Ia mendorong adanya lompatan dalam strategi pembangunan yakni melompat dari agraris langsung menuju negara industri maju. Visinya yang langsung membawa Indonesia menjadi negara Industri mendapat pertentangan dari berbagai pihak, baik dalam maupun luar negeri yang menghendaki pembangunan secara bertahap yang dimulai dari fokus investasi di bidang pertanian. Namun, Habibie memiliki keyakinan kokoh akan visinya, dan ada satu “quote” yang terkenal dari Habibie yakni :

I have some figures which compare the cost of one kilo of airplane compared to one kilo of rice. One kilo of airplane costs thirty thousand US dollars and one kilo of rice is seven cents. And if you want to pay for your one kilo of high-tech products with a kilo of rice, I don’t think we have enough.”

Kalimat diatas merupakan senjata Habibie untuk berdebat dengan lawan politiknya. Habibie ingin menjelaskan mengapa industri berteknologi itu sangat penting. Dan ia membandingkan harga produk dari industri high-tech (teknologi tinggi) dengan hasil pertanian. Ia menunjukkan data bahwa harga 1 kg pesawat terbang adalah USD 30.000 dan 1 kg beras adalah 7 sen (USD 0,07). Artinya 1 kg pesawat terbang hampir setara dengan 450 ton beras. Jadi dengan membuat 1 buah pesawat dengan massa 10 ton, maka akan diperoleh beras 4,5 juta ton beras.
Pola pikir Pak Habibie disambut dengan baik oleh Pak Harto.Pres. Soeharto pun bersedia menggangarkan dana ekstra dari APBN untuk pengembangan proyek teknologi Habibie. Dan pada tahun 1989, Suharto memberikan “kekuasan” lebih pada Habibie dengan memberikan kepercayaan Habibie untuk memimpin industri-industri strategis seperti Pindad, PAL, dan PT IPTN.

Menjadi RI-1
Secara materi, Habibie sudah sangat mapan ketika ia bekerja di perusahaan MBB Jerman. Selain mapan, Habibie memiliki jabatan yang sangat strategis yakni Vice President sekaligus Senior Advicer di perusahaan  high-tech Jerman. Sehingga Habibie terjun ke pemerintahan bukan karena mencari uang ataupun kekuasaan semata, tapi lebih pada perasaan “terima kasih” kepada negara dan bangsa Indonesia dan juga kepada kedua orang tuanya. Bukan sebaliknya, yang banyak dilakukan oleh para politisi saat ini  yang menjadi politisi demi mencari kekayaan/popularitas sehingga tidak heran praktik korupsi menjamur.
Tiga tahun setelah kepulangan ke Indonesia, Habibie (usia 41 tahun) mendapat gelar Profesor Teknik dari ITB. Selama 20 tahun menjadi Menristek, akhirnya pada tanggal 11 Maret 1998, Habibie terpilih sebagai Wakil Presiden RI ke-7 melalui Sidang Umum MPR. Di masa itulah krisis ekonomi (krismon) melanda kawasan Asia termasuk Indonesia. Nilai tukar rupiah terjun bebas dari Rp 2.000 per dolar AS menjadi Rp 12.000-an per dolar. Utang luar negeri  jatuh tempo sehinga membengkak akibat depresiasi rupiah. Hal ini diperbarah oleh perbankan swasta yang mengalami kesulitan likuiditas. Inflasi meroket diatas 50%, dan pengangguran mulai terjadi dimana-mana.
Pada saat bersamaan, kebencian masyarakat memuncak dengan sistem orde baru yang sarat Korupsi, Kolusi, Nepotisme yang dilakukan oleh kroni-kroni Soeharto (pejabat, politisi, konglomerat). Selain KKN, pemerintahan Soeharto tergolong otoriter, yang  menangkap aktivis dan mahasiswa vokal.
Dipicu penembakan 4 orang mahasiswa (Tragedi Trisakti) pada 12 Mei 1998, meletuslah kemarahan masyarakat terutama kalangan aktivis dan mahasiswa pada pemerintah Orba. Pergerakan mahasiswa, aktivis, dan segenap masyarakat pada 12-14 Mei 1998 menjadi momentum pergantian rezim Orde Baru pimpinan Pak Hato. Dan pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto terpaksa mundur dari jabatan Presiden yang dipegangnya selama lebih kurang 32 tahun. Selama 32 tahun itulah, pemerintahan otoriter dan sarat KKN tumbuh sumbur. Selama 32 tahun itu pula, banyak kebenaran yang dibungkam. Mulai dari pergantian Pemerintah Soekarno (dan pengasingan Pres Soekarno), G30S-PKI, Supersemar, hingga dugaan konspirasi Soeharto dengan pihak Amerika dan sekutunya yang mengeruk sumber kekayaan alam oleh kaum-kaum kapitalis dibawah bendera korpotokrasi (termasuk CIA, Bank Duni, IMF dan konglomerasi).
Soeharto mundur, maka Wakilnya yakni B.J Habibie pun diangkat menjadi Presiden RI ke-3 berdasarkan pasal 8 UUD 1945. Namun, masa jabatannya sebagai presiden hanya bertahan selama 512 hari. Meski sangat singkat, kepemimpinan Presiden Habibie mampu membawa bangsa Indonesia dari jurang kehancuran akibat krisis. Presiden Habibie berhasil memimpin negara keluar dari dalam keadaan ultra-krisis, melaksanankan transisi dari negara otorian menjadi demokrasi. Sukses melaksanakan pemilu 1999 dengan multi parti (48 partai), sukses membawa perubahan signifikn pada stabilitas, demokratisasi dan reformasi di Indonesia.
Habibie merupakan presiden RI pertama yang menerima banyak penghargaan terutama di bidang IPTEK baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Jasa-jasanya dalam bidang teknologi pesawat terbang mengantarkan beliau mendapat gelar Doktor Kehormatan (Doctor of Honoris Causa) dari berbagaai Universitas terkemuka dunia, antara lain Cranfield Institute of Technology dan Chungbuk University.

Habibie Bapak Teknologi Indonesia
Pemikiran-pemikiran Habibie yang “high-tech” mendapat “hati” pak Harto. Bisa dikatakan bahwa Soeharto mengagumi pemikiran Habibie, sehingga pemikirannya dengan mudah disetujui pak Harto. Pak Harto pun setuju menganggarkan “dana ekstra” untuk mengembangkan ide Habibie. Kemudahan akses serta kedekatan Soeharto-Habibie dianggap oleh berbagai pihak sebagai bentuk kolusi Habibie-Soeharto. Apalagi, beberapa pihak tidak setuju dengan pola pikir Habibie mengingat pemerintah Soeharto mau menghabiskan dana yang besar untuk pengembangan industri-industri teknologi tinggi seperti saran Habibie.
Tanggal 26 April 1976, Habibie mendirikan PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio dan menjadi industri pesawat terbang pertama di Kawasan Asia Tenggara (catatan : Nurtanio meruapakan Bapak Perintis Industri Pesawat Indonesia). Industri Pesawat Terbang Nurtanio kemudian berganti nama menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) pada 11 Oktober 1985, kemudian direkstrurisasi, menjadi Dirgantara Indonesia (PT DI) pada Agustuts 2000. Perlakuan istimewapun dialami oleh industri strategis lainnya seperti PT PAL dan PT PINDAD.
Sejak pendirian industri-industri statregis negara, tiap tahun pemerintah Soeharto menganggarkan dana APBN yang relatif besar untuk mengembangkan industri teknologi tinggi.  Dan anggaran dengan angka yang sangat besar dikeluarkan sejak 1989 dimana Habibie memimpin industri-industri strategis. Namun, Habibie memiliki alasan logis yakni untuk memulai industri berteknologi tinggi, tentu membutuhkan investasi yang besar dengan jangka waktu yang lama. Hasilnya tidak mungkin dirasakan langsung. Tanam pohon durian saja butuh 10 tahun untuk memanen, apalagi industri teknologi tinggi. Oleh karena itu, selama bertahun-tahun industri strategis ala Habibie masih belum menunjukan hasil dan akibatnya negara terus membiayai biaya operasi industri-industri strategis yang cukup besar.
Industri-industri strategis ala Habibie (IPTN, Pindad, PAL) pada akhirnya memberikan hasil seperti pesawat terbang, helikopter, senjata, kemampuan pelatihan dan jasa pemeliharaan (maintenance service) untuk mesin-mesin pesawat, amunisi, kapal, tank, panser, senapan kaliber,  water canon, kendaraan RPP-M, kendaraan combat dan masih banyak lagi baik untuk keperluan sipil maupun militer.
Untuk skala internasional, B.J Habibie terlibat dalam berbagai proyek desain dan konstruksi pesawat terbang seperti Fokker F 28, Transall C-130 (militer transport), Hansa Jet 320 (jet eksekutif), Air Bus A-300, pesawat transport DO-31 (pesawat dangn teknologi mendarat dan lepas landas secara vertikal), CN-235, dan CN-250 (pesawat dengan teknologi fly-by-wire). Selain itu, Habibie secara tidak langsung ikut terlibat dalam proyek perhitungan dan desain Helikopter Jenis BO-105, pesawat tempur multi function, beberapa peluru kendali dan satelit.
Karena pola pikirnya tersebut, maka saya menganggap beliau sebagai bapak teknologi Indonesia, terlepaskan seberapa besar kesuksesan industri strategis ala Habibie. Karena kita tahu bahwa pada tahun 1992, IMF menginstruksikan kepada Soeharto agar tidak memberikan dana operasi kepada IPTN, sehingga pada saat itu IPTN mulai memasuki kondisi kritis. Hal ini dikarenakan rencana Habibie membuat satelit sendiri (catatan : tahun 1970-an Indonesia merupakan negara terbesar ke-2 pemakaian satelit), pesawat sendiri, serta peralatan militer sendiri. Hal ini didukung dengan 40 0rang tenaga ahli Indonesia yang memiliki pengalaman kerja di perusahaan pembuat satelit Hughes Amerika akan ditarik pulang ke Indonesia untuk mengembangkan industri teknologi tinggi di Indonesia. Jika hal ini terwujud, maka ini akan mengancam industri teknologi Amerika (mengurangi pangsa pasar) sekaligus kekhawatiran kemampuan teknologi tinggi dan militer Indonesia.

Berakhirnya Kepemimpinan Habibie dari RI-1
Meskipun terdapat berbagai kemajuan dan keberhasilan yang dicapai oleh pemerintahan Habibie. Dimana sejak Kabinet Reformasi Pembangunan dibentuk, seperti penyelenggaraan Sidang Istimewa MPR, penyelenggaraan pemilu dan reformasi di bidang politik, sosial, hukum, dan ekonomi.
Di tengah-tengah upaya pemerintahan Habibie memenuhi tuntutan reformasi, pemerintah Habibie dituduh melakukan tindakan yang bertentangan dengan kesepakatan MPR mengenai masalah Timor-Timur. Pemerintah dianggap tidak berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPR/MPR sebelum menawarkan opsi kedua kepada masyarakat Timor-Timur. Dalam jajak pendapat terdapat dua opsi yang ditawarkan di Indonesia di bawah Presiden B.J. Habibie, yaitu: otonomi luas bagi Timor-Timur dan kemerdekaan bagi Timor-Timur. Akhirnya tanggal 30 Agustus 1999 pelaksanaan penentuan pendapat di Timor-Timur berlangsung aman dan dimenangkan oleh kelompok Pro Kemerdekaan yang berarti Timor-Timur lepas dari wilayah NKRI. Masalah itu tidak berhenti dengan lepasnya Timor-Timur, setelah itu muncul tuntutan dari dunia Internasional mengenai masalah pelanggaran HAM yang meminta pertanggungjawaban militer Indonesia sebagai penanggungjawab keamanan pasca jajak pendapat. Hal ini mencoreng Indonesia di Dunia Internasional.
Selain kasus pelanggaran HAM di Timor-Timur tersebut, terjadi kasus yang sama seperti di Aceh melalui Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Irian Jaya  lewat Organisasi Papua Merdeka (OPM), dengan kelompok separatisnya yang menuntut kemerdekaan dari wilayah Republik Indonesia.
Pada tanggal 1-21 Oktober 1999, MPR mengadakan Sidang Umum. Dalam suasana Sidang Umum MPR yang digelar dibawah pimpinan Ketua MPR Amien Rais, tanggal 14 Oktober 1999 Presiden Habibie menyampaikan pidato pertanggungjawabannya di depan sidang dan terjadi penolakan terhadap pertanggungjawaban presiden sebagai Mandataris MPR lewat Fraksi PDI-Perjuangan, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Kesatuan Kebangsaan Indonesia dan Fraksi Demokrasi Kasih Bangsa. Pada umumnya, masalah-masalah yang dipersoalkan oleh Fraksi-fraksi tersebut adalah masalah Timor-Timur, KKN termasukan pengusutan kekayaan Soeharto, dan masalah HAM. Sementara itu, di luar Gedung DPR/MPR yang sedang bersidang, mahasiswa dan rakyat yang anti Habibie bentrok dengan aparat keamanan. Mereka menolak pertanggungjawaban Habibie, karena Habibie dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Rezim Orba.
Kemudian pada tanggal 20 Oktober 1999, Ketua MPR Amien Rais menutup Rapat Paripurna sambil mengatakan, ”dengan demikian pertanggungjawaban Presiden B.J. Habibie ditolak”. Pada hari yang sama Presiden Habibie mengatakan bahwa dirinya mengundurkan diri dari pencalonan presiden. Habibie juga iklas terhadap penolakan pertanggungjawabannya oleh MPR


Tidak ada komentar:

Posting Komentar