Prof.
DR(HC). Ing. Sc. Mult. Bacharuddin Jusuf Habibie
(B.J
Habibie)
Salah satu tokoh panutan dunia yang menjadi
kebanggan orang Indonesia adalah Bacharuddin Jusuf Habibie atau yang lebih populer
dipanggil BJ. Habibie. Beliau dilahirkan di pulau Sulawesi tepatnya di
pare-pare Sulawesi Selatan pada tanggal 25 Juni 1936. Beliau adalah putra ke
empat dari delapan bersaudara, dari pasangan bapak Alwi Abdul Jalil Habibie dan
ibu RA. Tuti Marini Puspowardojo. Masa kecil Habibie dihabiskan bersama
saudara-saudaranya di Sulawesi Selatan, sifat tegas dan selalu berpegang pada
prinsip telah ditunjukan oleh Habibie kecil semenjak tinggal di Sulawesi,
selain itu kecerdasan dan kegemaran membaca juga telah dimiliki Habibie dari
masih menduduki sekolah dasar. Namun kesedihan harus menimpa Habibie karena
kehilangan ayah tercintanya pada tanggal 2 September 1950 karena serangan
jantung saat melaksanakan ibadah sholat isa.
Tak lama setelah ayahnya meninggal, ibunya
menjual rumah dan pindah ke Bandung bersama Habibie. Sepeninggal ayahnya,
ibunya Habibie membesarkan Habibie sebagai single parent dan harus membanting
tulang untuk membiayai kehidupan bersama anak-anaknya terutama Habibie. Karena kemauan
untuk belajar Habibie kemudian beliau menuntut ilmu di Gouvermants Middlebare
School. Selama sekolah beliau tampak menonjol prestasinya terutama dalam
pelajaran-pelajaran eksak sehingga Habibie menjadi siswa favorit disekolahnya.
Masuk ITB dan Kuliah di Jerman
Karena kecerdasannya,
setelah lulus SMA di Bandung pada tahun 1954 beliau melanjutkan kuliah di
Institut Teknologi Bandung namun tidak sampai selesai karena beliau mendapatkan
beasiswa dari kementrian pendidikan dan kebudayaan untuk melanjutkan kuliah di Jerman.
Di Jerman beliau kuliah jurusan teknik penerbangan dengan spesialisasi
konstruksi pesawat terbang di Rhein Westfalen Aachen Technische Hochschule
(RWTH). Selama di Jerman beliau bertekad harus sukses terbukti selama musim
liburan bagi beliau bukan lah dimanfaatkan untuk pulang ke Indonesia dan
berlibur layaknya mahasiswa rantauan lainnya, justru selama liburan adalah
waktu emas yang harus diisi dengan ujian dan mencari uang untuk membeli buku. Namun
liburan musim panas barulah dimanfaatkan untuk bekerja, mencari pengalaman dan
uang tampa mengikuti ujian.
Pada tahun 1960 beliau mendapatkan
gelar diploma Ing dari Technische Hochshule dengan predikat Cumlaude dan nilai
rata-rata 9,5. Dengan gelar insinyur beliau mendaftarkan diri untuk bekerja di
firma Talbot salau satu industry kereta api di Jerman. Setelah itu Habibie
melanjutkan studinya untuk gelar Doktor Technische Hochschule Die Facultaet
Fuer Maschinenwesen Aachean.
Menikah dan Hidup Sederhana
di Jerman
Pada tahun
1962 Habibie menikah dengan Adek kelasnya semasa SMA di Bandung yaitu ibuk
Hasri Ainun Habibie yang kemudian diboyong ke Jerman, kehidupan tentunya
semakin keras dulu hidup dari beasiswa yang hidup sendiri di Jerman tentu
sangat mencukupi kehidupan Habibie di Jerman namun sekarang saat sudah
berkeluarga tentunya tidak mencukupi lagi keuangn yang seperti itu, hidup
sederhana dan sangat jauh dari kemewahan adalah fase awal dari kehidupan Habibie
pasca menikah, tak jarang di pagi-pagi sekali Habibie harus berjalan kaki cepat
ke tempat kerjanya yang jauh untuk menghemat kebutuhan hidupnya dan kemudian
pulang malam hari dan belajar untuk kuliahnya.
Istrinya nyonya Hasri Ainun Habibie
harus mengantri di tempat pencucian umum untuk mencuci baju guna menghemat
kebutuhan hidupn keluarganya, dan akhirnya pada tahun 1965 Habibie lulus dan mendapatkan
gelar Dr. Ingenieur dengan penilaian summa cumlaude (Sangat sempurna) dengan
nilai rata-rata 10 dari Technische Hochschule Die Facultaet Fuer Maschinenwesen
Aachean.
Karir
Industri
Selama
menjadi mahasiswa tingkat doktoral, B.J Habibie sudah mulai bekerja untuk
menghidupi keluarganya dan biaya studinya. Setelah lulus, B.J Habibie bekerja
di Messerschmitt-Bölkow-Blohm atau MBB Hamburg (1965-1969 sebagai Kepala Penelitian
dan Pengembangan pada Analisis Struktrur Pesawat Terbang, dan kemudian menjabat
Kepala Divisi Metode dan Teknologi pada industri pesawat terbang komersial dan
militer di MBB (1969-1973). Atas kinerja dan kebriliannya, 4 tahun kemudian, ia
dipercaya sebagai Vice President sekaligus
Direktur Teknologi di MBB periode 1973-1978 serta menjadi Penasihast Senior
bidang teknologi untuk Dewan Direktur MBB (1978 ). Dialah menjadi satu-satunya
orang Asia yang berhasil menduduki jabatan nomor dua di perusahaan pesawat
terbang Jerman ini.
Sebelum memasuki usia 40 tahun, karir Habibie
sudah sangat cemerlang, terutama dalam desain dan konstruksi pesawat terbang. Habibie
menjadi “permata” di negeri Jerman dan iapun mendapat “kedudukan terhormat”,
baik secara materi maupun intelektualitas oleh orang Jerman. Selama bekerja di
MBB Jerman, Habibie menyumbang berbagai hasil penelitian dan sejumlah teori
untuk ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang Thermodinamika, Konstruksi dan
Aerodinamika. Beberapa rumusan teorinya dikenal dalam dunia pesawat terbang
seperti “Habibie Factor“, “Habibie Theorem” dan “Habibie Method“.
Kembali ke
Indonesia
Pada tahun 1968, B.J Habibie telah
mengundang sejumlah insinyur untuk bekerja di industri pesawat terbang Jerman.
Sekitar 40 insinyur Indonesia akhirnya dapat bekerja di MBB atas rekomendasi
Pak Habibie. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan skill dan pengalaman (SDM)
insinyur Indonesia untuk suatu saat bisa kembali ke Indonesia dan membuat
produk industri dirgantara (dan kemudian maritim dan darat). Dan ketika (Alm)
Presiden Soeharto mengirim Ibnu Sutowo ke Jerman untuk menemui seraya membujuk Habibie
pulang ke Indonesia, B.J Habibie langsung bersedia dan melepaskan jabatan,
posisi dan prestise tinggi di Jerman. Hal ini dilakukan B.J Habibie demi
memberi sumbangsih ilmu dan teknologi pada bangsa ini. Pada 1974 di usia 38
tahun, B.J Habibie pulang ke tanah air. Iapun diangkat menjadi penasihat
pemerintah (langsung dibawah Presiden) di bidang
teknologi pesawat terbang dan teknologi tinggi hingga tahun 1978. Meskipun
demikian dari tahun 1974-1978, Habibie masih sering pulang pergi ke Jerman
karena masih menjabat sebagai Vice Presiden dan Direktur Teknologi di MBB.
Habibie mulai
benar-benar fokus setelah ia melepaskan jabatan tingginya di Perusahaan Pesawat
Jerman MBB pada 1978. Dan sejak itu, dari tahun 1978 hingga 1997, ia
diangkat menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) sekaligus
merangkap sebagai Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Disamping itu Habibie juga diangkat
sebagai Ketua Dewan Riset Nasional dan berbagai jabatan lainnya.
Ketika
menjadi Menristek,
Habibie mengimplementasikan visinya yakni membawa Indonesia menjadi negara
industri berteknologi tinggi. Ia mendorong adanya lompatan dalam strategi
pembangunan yakni melompat dari agraris langsung menuju negara industri maju.
Visinya yang langsung membawa Indonesia menjadi negara Industri mendapat
pertentangan dari berbagai pihak, baik dalam maupun luar negeri yang
menghendaki pembangunan secara bertahap yang dimulai dari fokus investasi di
bidang pertanian. Namun, Habibie memiliki keyakinan kokoh akan visinya, dan ada
satu “quote” yang terkenal dari Habibie yakni :
“I have some figures which compare
the cost of one kilo of airplane compared to one kilo of rice. One kilo of
airplane costs thirty thousand US dollars and one kilo of rice is seven cents.
And if you want to pay for your one kilo of high-tech products with a kilo of
rice, I don’t think we have enough.”
Kalimat
diatas merupakan senjata Habibie untuk berdebat dengan
lawan politiknya. Habibie ingin menjelaskan mengapa industri berteknologi itu
sangat penting. Dan ia membandingkan harga produk dari industri high-tech
(teknologi tinggi) dengan hasil pertanian. Ia menunjukkan data bahwa harga 1 kg
pesawat terbang adalah USD 30.000 dan 1 kg beras adalah 7 sen (USD 0,07).
Artinya 1 kg pesawat terbang hampir setara dengan 450 ton beras. Jadi dengan
membuat 1 buah pesawat dengan massa 10 ton, maka akan diperoleh beras 4,5 juta
ton beras.
Pola
pikir Pak Habibie disambut dengan baik oleh Pak Harto.Pres.
Soeharto pun bersedia menggangarkan dana ekstra dari APBN untuk pengembangan
proyek teknologi Habibie. Dan pada tahun 1989, Suharto memberikan “kekuasan”
lebih pada Habibie dengan memberikan kepercayaan Habibie untuk memimpin
industri-industri strategis seperti Pindad, PAL, dan PT IPTN.
Menjadi
RI-1
Secara
materi, Habibie sudah sangat mapan ketika ia bekerja di perusahaan MBB Jerman.
Selain mapan, Habibie memiliki jabatan yang sangat strategis yakni Vice
President sekaligus Senior Advicer di
perusahaan high-tech Jerman. Sehingga Habibie
terjun ke pemerintahan bukan karena mencari uang ataupun kekuasaan semata, tapi
lebih pada perasaan “terima kasih” kepada negara dan bangsa Indonesia dan juga
kepada kedua orang tuanya. Bukan sebaliknya, yang banyak dilakukan oleh para
politisi saat ini yang menjadi politisi demi mencari kekayaan/popularitas
sehingga tidak heran praktik korupsi menjamur.
Tiga
tahun setelah kepulangan ke Indonesia, Habibie (usia 41 tahun) mendapat gelar
Profesor Teknik dari ITB. Selama 20 tahun menjadi Menristek, akhirnya pada
tanggal 11 Maret 1998, Habibie terpilih sebagai Wakil Presiden RI ke-7 melalui
Sidang Umum MPR. Di masa itulah krisis ekonomi (krismon) melanda kawasan Asia
termasuk Indonesia. Nilai tukar rupiah terjun bebas dari Rp 2.000 per dolar AS
menjadi Rp 12.000-an per dolar. Utang luar negeri jatuh tempo sehinga
membengkak akibat depresiasi rupiah. Hal ini diperbarah oleh perbankan swasta
yang mengalami kesulitan likuiditas. Inflasi meroket diatas 50%, dan pengangguran
mulai terjadi dimana-mana.
Pada saat bersamaan, kebencian
masyarakat memuncak dengan sistem orde baru yang sarat Korupsi, Kolusi,
Nepotisme yang dilakukan oleh kroni-kroni Soeharto (pejabat, politisi,
konglomerat). Selain KKN, pemerintahan Soeharto tergolong otoriter, yang
menangkap aktivis dan mahasiswa vokal.
Dipicu
penembakan 4 orang mahasiswa (Tragedi Trisakti) pada 12 Mei 1998, meletuslah kemarahan
masyarakat terutama kalangan aktivis dan mahasiswa pada pemerintah Orba.
Pergerakan mahasiswa, aktivis, dan segenap masyarakat pada 12-14 Mei 1998
menjadi momentum pergantian rezim Orde Baru pimpinan Pak Hato. Dan pada 21 Mei
1998, Presiden Soeharto terpaksa mundur dari jabatan Presiden yang dipegangnya
selama lebih kurang 32 tahun. Selama 32 tahun itulah, pemerintahan otoriter dan
sarat KKN tumbuh sumbur. Selama 32 tahun itu pula, banyak kebenaran yang
dibungkam. Mulai dari pergantian Pemerintah Soekarno (dan pengasingan Pres
Soekarno), G30S-PKI, Supersemar, hingga dugaan konspirasi Soeharto dengan pihak
Amerika dan sekutunya yang mengeruk sumber kekayaan alam oleh kaum-kaum
kapitalis dibawah bendera korpotokrasi (termasuk CIA, Bank Duni, IMF dan
konglomerasi).
Soeharto
mundur, maka Wakilnya yakni B.J Habibie pun diangkat menjadi Presiden RI ke-3
berdasarkan pasal 8 UUD 1945. Namun, masa jabatannya sebagai presiden hanya
bertahan selama 512 hari. Meski sangat singkat, kepemimpinan Presiden Habibie
mampu membawa bangsa Indonesia dari jurang kehancuran akibat krisis. Presiden Habibie
berhasil memimpin negara keluar dari dalam keadaan ultra-krisis, melaksanankan
transisi dari negara otorian menjadi demokrasi. Sukses melaksanakan pemilu 1999
dengan multi parti (48 partai), sukses membawa perubahan signifikn pada
stabilitas, demokratisasi dan reformasi di Indonesia.
Habibie
merupakan presiden RI pertama yang menerima banyak penghargaan terutama di
bidang IPTEK baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Jasa-jasanya dalam
bidang teknologi pesawat terbang mengantarkan beliau mendapat gelar Doktor
Kehormatan (Doctor of Honoris Causa) dari berbagaai
Universitas terkemuka dunia, antara lain Cranfield Institute of Technology dan
Chungbuk University.
Habibie
Bapak Teknologi Indonesia
Pemikiran-pemikiran
Habibie yang “high-tech” mendapat “hati” pak Harto. Bisa dikatakan bahwa
Soeharto mengagumi pemikiran Habibie, sehingga pemikirannya dengan mudah
disetujui pak Harto. Pak Harto pun setuju menganggarkan “dana ekstra” untuk
mengembangkan ide Habibie. Kemudahan akses serta kedekatan Soeharto-Habibie
dianggap oleh berbagai pihak sebagai bentuk kolusi Habibie-Soeharto. Apalagi,
beberapa pihak tidak setuju dengan pola pikir Habibie mengingat pemerintah
Soeharto mau menghabiskan dana yang besar untuk pengembangan industri-industri
teknologi tinggi seperti saran Habibie.
Tanggal
26 April 1976, Habibie mendirikan PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio dan menjadi industri pesawat terbang pertama di Kawasan Asia Tenggara
(catatan : Nurtanio meruapakan Bapak Perintis Industri Pesawat Indonesia).
Industri Pesawat Terbang Nurtanio kemudian berganti nama menjadi Industri
Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) pada 11 Oktober 1985, kemudian
direkstrurisasi, menjadi Dirgantara Indonesia (PT DI) pada Agustuts 2000.
Perlakuan istimewapun dialami oleh industri strategis lainnya seperti PT PAL
dan PT PINDAD.
Sejak
pendirian industri-industri statregis negara, tiap tahun pemerintah Soeharto
menganggarkan dana APBN yang relatif besar untuk mengembangkan industri
teknologi tinggi. Dan anggaran dengan angka yang sangat besar dikeluarkan
sejak 1989 dimana Habibie memimpin industri-industri strategis. Namun, Habibie
memiliki alasan logis yakni untuk memulai industri berteknologi tinggi, tentu
membutuhkan investasi yang besar dengan jangka waktu yang lama. Hasilnya tidak
mungkin dirasakan langsung. Tanam pohon durian saja butuh 10
tahun untuk memanen, apalagi industri teknologi tinggi. Oleh karena
itu, selama bertahun-tahun industri strategis ala Habibie masih belum
menunjukan hasil dan akibatnya negara terus membiayai biaya operasi
industri-industri strategis yang cukup besar.
Industri-industri
strategis ala Habibie (IPTN, Pindad, PAL) pada akhirnya memberikan hasil
seperti pesawat terbang, helikopter, senjata, kemampuan pelatihan dan jasa
pemeliharaan (maintenance service) untuk mesin-mesin pesawat, amunisi, kapal,
tank, panser, senapan kaliber, water canon, kendaraan RPP-M, kendaraan
combat dan masih banyak lagi baik untuk keperluan sipil maupun militer.
Untuk
skala internasional, B.J Habibie terlibat dalam berbagai proyek desain dan
konstruksi pesawat terbang seperti Fokker F 28, Transall C-130 (militer
transport), Hansa Jet 320 (jet eksekutif), Air Bus A-300, pesawat transport
DO-31 (pesawat dangn teknologi mendarat dan lepas landas secara vertikal),
CN-235, dan CN-250 (pesawat dengan teknologi fly-by-wire). Selain itu, Habibie
secara tidak langsung ikut terlibat dalam proyek perhitungan dan desain
Helikopter Jenis BO-105, pesawat tempur multi function, beberapa peluru kendali
dan satelit.
Karena
pola pikirnya tersebut, maka saya menganggap beliau sebagai bapak teknologi Indonesia,
terlepaskan seberapa besar kesuksesan industri strategis ala Habibie. Karena
kita tahu bahwa pada tahun 1992, IMF menginstruksikan kepada Soeharto agar
tidak memberikan dana operasi kepada IPTN, sehingga pada saat itu IPTN mulai
memasuki kondisi kritis. Hal ini dikarenakan rencana Habibie membuat satelit
sendiri (catatan : tahun 1970-an Indonesia merupakan negara terbesar ke-2
pemakaian satelit), pesawat sendiri, serta peralatan militer sendiri. Hal ini
didukung dengan 40 0rang tenaga ahli Indonesia yang memiliki pengalaman kerja
di perusahaan pembuat satelit Hughes Amerika akan ditarik pulang ke Indonesia
untuk mengembangkan industri teknologi tinggi di Indonesia. Jika hal ini
terwujud, maka ini akan mengancam industri teknologi Amerika (mengurangi pangsa
pasar) sekaligus kekhawatiran kemampuan teknologi tinggi dan militer Indonesia.
Berakhirnya
Kepemimpinan Habibie dari RI-1
Meskipun terdapat berbagai kemajuan dan keberhasilan yang
dicapai oleh pemerintahan Habibie. Dimana sejak Kabinet Reformasi Pembangunan
dibentuk, seperti penyelenggaraan Sidang Istimewa MPR, penyelenggaraan pemilu
dan reformasi di bidang politik, sosial, hukum, dan ekonomi.
Di tengah-tengah upaya pemerintahan Habibie memenuhi
tuntutan reformasi, pemerintah Habibie dituduh melakukan tindakan yang
bertentangan dengan kesepakatan MPR mengenai masalah Timor-Timur. Pemerintah
dianggap tidak berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPR/MPR sebelum menawarkan
opsi kedua kepada masyarakat Timor-Timur. Dalam jajak pendapat terdapat dua
opsi yang ditawarkan di Indonesia di bawah Presiden B.J. Habibie, yaitu:
otonomi luas bagi Timor-Timur dan kemerdekaan bagi Timor-Timur. Akhirnya
tanggal 30 Agustus 1999 pelaksanaan penentuan pendapat di Timor-Timur
berlangsung aman dan dimenangkan oleh kelompok Pro Kemerdekaan yang berarti
Timor-Timur lepas dari wilayah NKRI. Masalah itu tidak berhenti dengan lepasnya
Timor-Timur, setelah itu muncul tuntutan dari dunia Internasional mengenai
masalah pelanggaran HAM yang meminta pertanggungjawaban militer Indonesia sebagai
penanggungjawab keamanan pasca jajak pendapat. Hal ini mencoreng Indonesia di
Dunia Internasional.
Selain kasus pelanggaran HAM di Timor-Timur tersebut,
terjadi kasus yang sama seperti di Aceh melalui Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan
Irian Jaya lewat Organisasi Papua
Merdeka (OPM), dengan kelompok separatisnya yang menuntut kemerdekaan dari
wilayah Republik Indonesia.
Pada tanggal 1-21 Oktober 1999, MPR mengadakan Sidang
Umum. Dalam suasana Sidang Umum MPR yang digelar dibawah pimpinan Ketua MPR
Amien Rais, tanggal 14 Oktober 1999 Presiden Habibie menyampaikan pidato
pertanggungjawabannya di depan sidang dan terjadi penolakan terhadap
pertanggungjawaban presiden sebagai Mandataris MPR lewat Fraksi PDI-Perjuangan,
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Kesatuan Kebangsaan Indonesia dan
Fraksi Demokrasi Kasih Bangsa. Pada umumnya, masalah-masalah yang dipersoalkan
oleh Fraksi-fraksi tersebut adalah masalah Timor-Timur, KKN termasukan
pengusutan kekayaan Soeharto, dan masalah HAM. Sementara itu, di luar Gedung
DPR/MPR yang sedang bersidang, mahasiswa dan rakyat yang anti Habibie bentrok
dengan aparat keamanan. Mereka menolak pertanggungjawaban Habibie, karena Habibie
dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Rezim Orba.
Kemudian pada tanggal 20 Oktober 1999, Ketua MPR Amien
Rais menutup Rapat Paripurna sambil mengatakan, ”dengan demikian
pertanggungjawaban Presiden B.J. Habibie ditolak”. Pada hari yang sama Presiden
Habibie mengatakan bahwa dirinya mengundurkan diri dari pencalonan presiden. Habibie
juga iklas terhadap penolakan pertanggungjawabannya oleh MPR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar